Harta yang paling berharga di dunia ini adalah kasih sayang. Tanpa kasih sayang, manusia akan menjadi lemah dan rapuh. Tanpa perasaan, hidup manusia akan menjadi binasa. Jika kita ditanya siapa yang paling menyayangi kita setelah Allah, maka Ibulah sumber kasih sayang itu. Ibu telah mengandung kita selama 9 bulan, dan melahirkan kita antara hidup dan mati. Penderitaanya tidak sampai di situ. Setelah kita lahir, Beliau merawat dan melindungi kita dari apa saja yang bisa membuat kita tidak nyaman, bahkan seekor nyamukpun tidak dibiarkan untuk mengganggu tidur kita yang nyenyak. Dengan dekepannya, mampu menghentikan tangis kita. Belaiannya adalah kekuatan, seiring dengan lantunan lagu Nina Bobo yang ibu bisikkan ke telinga demi melihat kita dapat tidur dengan nyenyak. Namun Ibu tidak pernah memaksa untuk membalas pengorbanannya itu. Beliau hanya menginginkan kita berhasil untuk kehidupan kita, bukan untuknya.
Allah SWT berfirman:
Anisykurlii waliwaalidayka illalmashiir
Artinya : Bersyukurlah padaKu dan terhadap ayah bundamu, kepaduKu-lah kamu akan kembali.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya, ridha Allah tergantung pada ridha ayah ibu, dan murka Allah juga tergantung pada murka ayah ibu.
Untuk itu, sebagai muslim sejati, sudah menjadi kewajiban kita untuk berbakti kepada ayah ibu. Kasihnya ibarat samudera. Tempat mencuci lumut pada diri, tempat berlayar, mutiara dan kembang laut semua darinya. Merekalah pahlawan, yang wajib kita taati setelah Allah dan Rasul-Nya. Seorang ibu adalah bidadari yang berselendang bianglala yang datang pada kita. Beliau adalah wanita terbaik di dunia yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Orangtua adalah guru yang paling pertama yang mengajari kita mengenai dunia luar. Mengenal lika-liku kehidupan, sosok yang selalu mengajari kita agar selalu bersikap sopan-santun, berbuat baik, dan selalu membantu sesama. Tak terkecuali membekali kita dengan pendidikan agama sebelum melangkah keluar lingkungan keluarga sebagai bekal menghadapi pergaulan yang lebih rumit dan sarat dengan godaan yang akan menjerumuskan kita ke dalam kehidupan yang hitam, menyimpang dari hukum dan agama, penuh dengan hasutan iblis, musuh manusia sepanjang zaman yang kekal di dalam neraka. Untuk itu, ayah dan ibu hadir sebagai pelita, menyirami hati kita dengan ajaran ketauhidan dan etika bermuamalah agar kelak menjadi insan yang senantiasa dirindukan oleh surga yang kenikmatannya tidak pernah kita rasakan di bumi, di bagian bumi manapun. Oleh karena itu, ayah dan ibu bukan hanya berperan sebagai perantara kelahiran kita di bumi ini. Tetapi orangtua yang bertanggung jawab, juga beperan sebagai pendidik dan guru yang paling baik. Itulah mengapa tidak berlebihan ungkapan yang menyatakan bahwa surga itu ada di telapak kaki ibu. Bukan sekedar ungkapan biasa, tetapi makna ungkapan ini sarat akan pembelajaran kepada kita tentang di mana sebenarnya posisi ibu dan menyimpan makna kewajiban bagi kita untuk merealisasikan perintah Allah tentang bakti kepada ayah ibu untuk meraih surga itu.
Janganlah kita mengikuti jejak Alqamah yang durhaka kepada ibunya. Walaupun beramal shaleh kepada Allah, namun Alqamah telah melalaikan perintah Allah untuk berbakti kepada ibu. Kedurhakaannya membuat ibunya murka, sehingga bibirnya serasa terkunci utuk melafadzkan kalimat tahlil di akhir hayatnya. Tetapi ibu tetaplah ibu yang dipenuhi dengan kesucian dan rasa sayang kepada anaknya. Ibunya iba melihat Alqamah dan tidak tahan menyaksikan penderitaan anaknya sehingga ikhlas memaafkan segala dosa anaknya. Begitu mulia dan pemaafnya seorang ibu, namun bukan berarti kita bebas seenaknya menyakitinya seperti Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya yang akhirnya dikutuk menjadi batu sebagai bukti kedurhakaan yang telah dia lakukan. Bukan sekedar legenda, namun cerita ini seharusnya lebih menginspirasi kita untuk selalu berusaha melakukan dan menjadi yang terbaik untuk ayah ibu.
Jika kita adalah awan putih, maka berusahalah untuk selalu menaungi setiap langkahnya, melindunginya dari teriknya kehidupan. Dan seandainya kita adalah bintang, terangilah hidupnya, terangi setiap mimpi-mimpi dan seluruh bunganya yang tersisa. Namun kita bukan siapa-siapa. Kita bukan awan putih dan bukan pula bintang itu. Tapi kita adalah putra-putrinya yang akan selalu menyejukkan hatinya. Meskipun bukan awan ataupun bintang itu, tapi berusahalah bahwa kita akan selalu untuknya. Menggantikan cahayanya di kala mereka mulai redup, menjadi penerang ketika mereka mulai padam, dan menjadi penggantinya di kala mereka telah padam. Sebagai balasan jasa-jasanya, persembahkanlah do’a untuknya:
Oh, Ayah Ibu...........
Bila Engkau tiada, baktiku selalu
akan sampai kepadamu..
RABBIGHFIRLII WALI WALI DAYYA,
WARHAMHUMA KAMAA RABBAYAANII SHAGIRAA
Yaa Allah, ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sewaktu kecil.
(Nur Amaliah Idrus)
0 komentar:
Posting Komentar